Tahun Baru Imlek

Fakta tentang Perayaan Cap Go Meh yang Belum Diketahui

BeritaBintang“Fakta tentang Perayaan Cap Go Meh yang Belum Diketahui”

Cap Go Meh atau Hokkien adalah hari masa perayaan Tahun Baru Imlek bagi komunitas Tionghoa di seluruh dunia. Istilah ini berasal dari dialek Hokkien dan secara harafiah berarti hari kelima belas dari bulan pertama (Cap = Sepuluh, Go = Lima, Meh = Malam). Ini berarti, masa perayaan Tahun Baru Imlek berlangsung selama lima belas hari.

Cap Go Meh digelar sebagai penutup tahun baru Imlek yang selalu dilakukan di hari ke-15 setelah Tahun Baru Imlek. Hari ke-15 ini juga merupakan tengah bulan pembukaan kalender lunar atau bulan purnama pertama dalam kalender baru lunar.

Festival ini sudah dilakukan selama ribuan tahun lalu. Khususnya Tiongkok yang setiap sudutnya akan dipenuhi dengan lampion dengan nama perayaan Festival Lampion. Sementara di berbagai negara, penduduk bisa menyaksikan berbagai perayaan dengan atraksi dan kesenian khas Tionghoa.

Baca Juga, “Gynna Manfaatkan Kehebohan Pilkada lewat Lagu”

Di Tiongkok, perayaan Festival Lampion sekaligus menandai datangnya Musim Semi. Pada perayaan ini, penduduk akan menerbangkan ribuan lampion ke langit yang diterangi dengan bulan purnama.

Pada zaman Tiongkok Kuno, orang-orang perayaan hari ke-15 dalam kalender lunar ini juga disebut sebagai Hari Valentine versi mereka. Di hari penutup Imlek ini, semua mitos-mitos yang berlaku sejak malam Tahun Baru akan berakhir.

Dikutip Judi Bola, Sabtu (11/2/2017) Festival Lampion di Tiongkok telah dilakukan sejak zaman Dinasti Han sekira 2.000 tahun yang lalu. Kok, Kaisar Hangmindi yang memerintah di abad pertama melihat Biksu Buddha yang menyalakan dan menerbangan lentera di hari ke-15 Imlek untuk memberi hormat pada Sang Buddha.

Sejak saat itu, Kaisar Hangmindi memerintahkan penduduk untuk melakukan tradisi tersebut di Istana Imperial. Meski lampion menjadi salah satu ikon dalam hari penutup Imlek, beberapa atraksi tak kalah menarik lainnya dipertontonkan kepada publik. Di Indonesia sendiri, perayaan Cap Go Meh tidak lepas dari pertunjukan Barongsai, Liong, dan atraksi khas Tionghoa lainnya.

Mitos Perayaan Cap Go Meh

BeritaBintang –   PERAYAAN Cap Go Meh hanya dirayakan di Indonesia. Beberapa negara melakukan perayaan penutup Tahun Baru Imlek ini lho walaupun dengan nama berbeda.

Enggak hanya malam Tahun Baru Imlek saja yang dipenuhi mitos. Hari ke-15 pasca perayaan Imlek juga dipenuhi dengan mitos tertentu. Sebagian besar hampir sama dengan mitos malam Tahun Baru Imlek. Tapi ada beberapa yang berbeda.

Berikut beberapa mitos seputar perayaan hari ke-15 Imlek dilansir BintangBoLa

Memecahkan peralatan

Memecahkan peralatan rumah tangga seperti piring, kaca dan barang-barang sejenis diartikan sebagai kehilangan sesuatu. Hal ini berkaitan dengan kehilangan uang atau kehilangan keluarga dan dirundung masalah setahun ke depan.

Membunuh sesuatu

Membunuh sesuatu yang berdarah dapat menjadi pertanda buruk. Karena hal ini berkaitan dengan musibah yang akan dialami oleh orang tersebut. Perbuatan ini dipercaya bikin seseorang akan mengalami luka berdarah atau bencana berdarah.

Berobat

Pergi ke dokter atau rumah sakit di hari terakhir perayaan Imlek dianggap sebagai sesuatu yang kurang baik lho. Karena pergi untuk mengobati suatu penyakit justru dipercaya dapat membawa penyakit ke seseorang sepanjang setahun ke depan.

Hutang

Selama perayaan Tahun Baru Imlek, seseorang disarankan tidak meminjamkan uang pada siapa pun. Tapi jika ada yang memiliki hutang, jangan coba-coba untuk menagih ke rumahnya. Karena hal itu diyakini akan membawa sial sepanjang tahun.

Jelang Imlek, Kue Keranjang Medan Laris Manis

BeritaBintang –   Tak lengkap rasanya merayakan Tahun Baru Imlek tanpa kue keranjang. Kue sederhana terbuat dari tepung ketan ini laris manis setiap Imlek tiba.

Dan para pengusaha kue keranjang musiman juga mengaku kebanjiran orderan, seperti terlihat di Jalan Merbau Medan, sejumlah pekerja sedang sibuk menyusun kue keranjang yang akan segera dikirim ke para pemesan.

“Kue keranjang merupakan kue yang unik dari bentuk maupun segi pembuatannya, dimana bentuknya yang bulat terbalut daun pisang, itulah kue keranjang. Meskipun terlihat sederhana, kue ini selalu diburu. Kue keranjang kerap menjadi hantaran keluarga,” ungkap Mardian Sanjaya kepada Waspada Online, SAbtu  (6/2/2016).

Makanan ini juga merupakan bahan sesaji saat pelaksanaan puja bakti para Dewa, sesuai kepercayaan warga Tionghoa.

Ironisnya, kue keranjang tradisional kini makin sulit ditemui. Para pembuat kue ini umumnya sudah tidak lagi menggunakan keranjang sebagai alat cetak, melainkan menggunakan cetakan alumunium. Padahal karena memakai keranjang itulah kue yang rasanya mirip dodol ini.

“Pembuatan kue keranjang, berbekal warisan keluarga, dan untuk memasaknya. Abo bersama pekerjaannya menggunakan alat yang sudah modern, dengan menggunakan mixer ukuran besar,” tuturnya.

Usaha kue keranjang ini sudah puluhan tahun dan setiap Imlek pemesanan pasti meningkat.

“Bahan kita asli tanpa bahan pengawet, karena bahan pokoknya hanya tepung dan gula. Kita tidak pakai santan, jadi kue keranjang ini sampai setahun pun masih bisa dikonsumsi,” jelasnya.

Untuk harga berkisar antara Rp45-80 ribu dan pemesanan hingga sampai keluar kota. Namun tahun ini pesanan menurun dibandingkan tahun lalu hingga 40 persen, salah satu faktornya adalah perekonomian yang belum stabil,” tutupnya.