Kejaksaan Agung

Jokowi Disarankan Ubah Perpres soal Pemilihan Kapolri

BeritaBintang –  Pengamat hukum Andi Syafrani menyarankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengubah Peraturan Presiden (Perpres) soal sistem pemilihan Kapolri sehingga tidak perlu mendapat persetujuan dari DPR. Menurutnya, bila melalui DPR sangat rentan terjadinya politisasi.

“Polisi itu kan tidak sama dengan Kejaksaan Agung jadi harus dijauhkan dari politik. Karena polisi kerjanya berdasarkan undang-undang,” kata Andi dalam diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/6/2016).

Dia mengatakan, kalau pemilihan calon Kapolri baru nantinya dipolitisasi akan berdampak dalam menjalankan tugasnya. Di mana Polri yang harusnya dapat menegakan hukum secara adil berpeluang ditunggangi kepentingan politik.

“Ini yang kadang dimanfaatkan orang dan akhirnya polisi kerjanya tidak bersikap netral,” ujarnya.

Untuk itu, Presiden harus segera membuat Perpres secara teknis mengenai kewenangan dalam memilih Kapolri agar terlepas dari himpitan politik.

Jampidsus Titip Cari Buronan Legendaris Eddy Tansil ke Jaksa Agung Tiongkok

BeritaBintang – Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Widyo Pramono menyebutkan telah meminta kepada Jaksa Agung Tiongkok untuk memberikan informasi keberadaan buronan legendaris kasus korupsi, Eddy Tansil.

Permintaan tersebut disebutkan Widyo terjadi saat dirinya menghadiri sebuah konferensi di Negeri tirai bambu itu untuk mewakili Jaksa Agung pada 2014 silam.

“Saat itu saya sempatkan bicara dengan Jaksa Agung Tiongkok, saya tanyakan ada terpidana yang ada di sana, Eddy Tansil, saya sudah minta agar diinformasikan kalau ditemukan dia,” kata Widyo di Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat (23/10/2015).

Sebelumnya, pada 2014 muncul informasi bahwa buronan korupsi paling lama di Indonesia ini, tengah berada di Tiongkok. Dia dikabarkan menjalankan usaha minuman keras disana.

Eddy Tansil merupakan pembobol uang negara lewat kredit Bank Bapindo melalui perusahaan Golden Key Group, terlacak Kejaksaan Agung berada di China.

Kejaksaan sudah melakukan usaha ekstradisi dengan mengirimkan surat kepada Pemerintah China melalui Kementerian Hukum dan HAM selaku sentral otoriti pada 8 September 2011.

Eddy Tansil melarikan diri dari Lapas Cipinang, Jakarta Timur, pada 4 Mei 1996 lalu saat menjalani masa hukuman 20 tahun penjara.

Dia terbukti telah melakukan penggelapan uang sebesar 565 juta dollar AS yang didapatnya dari kredit Bank Bapindo melalui perusahaan Golden Key Group.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Eddy Tansil 20 tahun penjara dengan denda Rp 30 juta dan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 500 miliar dan membayar kerugian negara Rp 1,3 triliun.

Promo-promo yang kami sediakan Bos , di bintangbola.com antara lain : 1. Sportbook Bonus Deposit 5% untuk ( Sbo dan Ibc ) 2. Sportbook Cashback 5% untuk ( Sbo dan Ibc ) 3. Tangkasnet Bonus Credit 10% setiap Deposit 4. Casino Bonus Rollingan 0,7% 5. Potongan Togel : 4D:65% 3D:59% dan 2D:29% , & , 6. Bonus Referral 338poker 33% seumur hidup Ayo bos bergabung dengan kami di bintangbola.com , terima kasih

BeritaBintang – Usai bertemu Jaksa Agung Muda Pidana Umum dan Jaksa Agung Muda Intelijen untuk membicarakan nasib terpidana mati, Mary Jane Fiesta Veloso, perwakilan Kementerian Kehakiman Filipina tidak mau memberikan pernyataan.

Asisten Sekretaris Departemen Kehakiman Filipina Neil Simon Silva yang merupakan bagian dari rombongan sempat ditanya para wartawan soal hasil pertemuan. Neil mengaku dirinya tak berhak menjawab hasil pertemuan tersebut.

“Silahkan tanya ke jaksa agung. Kami tidak ada komentar,” ujar dia dengan berbahasa Inggris di kompleks Kejaksaan Agung pada Rabu (29/7/2015).

Pernyataan demikian juga dilontarkan Neil ketika disinggung perihal eksekusi mati Mary Jane yang ditunda akibat adanya proses hukum baru Mary Jane di Filipina.

Termasuk saat ditanya apakah kedatangan mereka ke kejaksaan adalah untuk memberi bukti baru perkara hukum Mary Jane di Filipina supaya status terpidana mati dapat dibatalkan.

“Kita tidak bisa mengomentari bukti, karena itu sedang dibahas oleh pihak yang berwenang (di Filipina),” lanjut Neil.

Diberitakan, pejabat Kementerian Kehakiman dan Duta Besar Filipina di Indonesia mendatangi Kejaksaan Agung, Rabu siang. Mereka berkoordinasi terkait nasib Mary Jane.

Prasetyo pun menegaskan kedatangan mereka tak mengubah keputusan hukum atas Mary Jane.

“Saya tegaskan, apapun, misalnya permintaan mereka, membebaskan MJ (Mary Jane), sulit dilakukan. Karena di Indonesia dia sudah terbukti menyelundupkan narkotika,” ujar Prasetyo kepada wartawan pada Rabu siang.

Prasetyo tak menampik ada perkara di Filipina di mana Mary Jane ditempatkan sebagai korban perdagangan manusia. Tapi, Prasetyo menegaskan, status itu sama sekali tidak akan memengaruhi hukuman di Indonesia, apalagi menggugurkan eksekusi mati.

Hukum di Indonesia, lanjut Prasetyo, hanya mengakomodir putusan perkara tersebut sebagai novum atau bukti baru bagi Mary Jane untuk mengajukan grasi kembali kepada presiden.

“Palingan ya itu saja, putusan sebagai novum pengajuan grasi,” ujar Prasetyo.

Mary Jane adalah terpidana mati perkara narkotika. Semula, ia dijadwalkan dieksekusi mati, April 2015. Namun, jelang pelaksanaan, eksekusi terhadap Mary Jane ditunda. Penundaan itu lantaran Maria Kristina Sergio menyerahkan diri kepada Polisis Filipina.

Maria disebut kepolisian setempat merupakan tersangka perekrut Mary Jane. Sergio menjanjikan kepada Mary Jane pekerjaan di Malaysia, sebelum memintanya untuk menuju Indonesia dengan membawa 2,6 kg heroin.(Fabian Januarius Kuwado)

Pengacara: Kaligis Titip Buku untuk Hakim Tanpa Amplop

BeritaBintang

Humphrey Djemat membantah kliennya pernah menitipkan dua buku yang diselipkan dua amplop kepada Muhammad Yagari Bhastara Guntur, untuk diserahkan ke hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan.

Menurut dia, saat Gerry berangkat ke Medan, Kaligis menitipkan buku biasa untuk hakim, tanpa adanya amplop.

“Yang benar dia (Kaligis) bilang ‘tolong bawakan buku’. Kalau soal buku, OCK kan terkenal, suka nulis buku,” ujar Humphrey saat dihubungi, Sabtu (25/7/2015).

Menurut Humphrey, sudah menjadi kebiasaan Kaligis memberikan buku kepada siapa pun. Ia mengatakan, pemberian buku dari Kaligis kepada hakim PTUN lumrah saja, tidak ada konflik kepentingan.

“Dia sering bawa buku kemana-mana. Suka kasih buku. Makanya nggak heran untuk memberikan buku ke siapa saja,” kata Humphrey.

Keterangan Humphrey tersebut menepis pernyataan Gerry yang disampaikan melalui kuasa hukumnya, Haeruddin Masarro.

Haeruddin menyebut Kaligis menitipkan buku yang diselipkan amplop di dalamnya untuk diserahkan kepada hakim PTUN Medan

Gerry adalah pengacara dari kantor OC Kaligis yang membela Pemerintah Provinsi Sumatera Utara terkait perkara di PTUN Medan.

“Kata OCK, kalau tidak bawa buku ini percuma ke Medan. Bukunya dipegang sama Gerry itu pada saat mau diserahkan ke hakim,” kata Haeruddin.

Sesampainya di Kantor PTUN Medan, Gerry menyerahkan dua buku itu sendirian kepada hakim. Sementara Kaligis dan Inda menunggu di mobil yang mengantar mereka.

Humphrey mengatakan, keterangan Gerry tersebut harus didukung sejumlah bukti. Menurut pengakuan Kaligis kepada tim kuasa hukum, Kaligis membantah pernah memberikan uang kepada hakim PTUN.

Namun, Humphrey enggan masuk lebih jauh ke materi perkara karena mengaku tidak banyak keterangan yang didapatnya dari Kaligis.

“Kita belum banyak mendapatkan berkaitan dengan materi. OCK belum mau bicara soal tersebut. OCK hanya bilang bahwa dia tidak pernah perintahkan Gerry untuk memberikan uang kepada hakim di sana,” kata Humphrey.

Kasus ini bermula dari perkara korupsi dana bantuan sosial yang mengaitkan sejumlah pejabat di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Kasus korupsi yang kini ditangani Kejaksaan Agung itu digugat oleh Pemprov Sumatera Utara.

Sebelum dilimpahkan ke Kejaksaan Agung, kasus ini mengendap di Kejaksaan Tinggi. Dalam proses gugatan ke PTUN Medan itulah, KPK kemudian membongkar dugaan praktik penyuapan yang dilakukan oleh Gerry kepada tiga hakim dan satu panitera.(Ambaranie Nadia Kemala Movanita)

Eksekusi Tinggal Hitungan Jam, Anjing Pelacak Disiagakan

BeritaBintang – Sejumlah anjing pelacak disiagakan menjaga kawasan Dermaga Wijayapura, pagi hari ini menyusul pelaksanaan eksekusi mati sembilan terpidana kasus narkoba di Lapas Besi, Nusakambangan, yang akan dilakukan Rabu (29/4/2015) dini hari.

Dua anjing pelacak dari Unit K-9 Polres Cilacap terlihat berjaga di depan pintu gerbang menuju dermaga penyeberangan.

Setiap orang yang hendak masuk ke kompleks dermaga ditanya lebih rinci keperluannya oleh petugas.

Selain dua anjing pelacak, tiga orang anggota polisi bersenjata lengkap juga turut disiagakan melakukan penjagaan di halaman kompleks dermaga sejak pagi.

Seperti diketahui, Kejaksaan Agung memastikan akan mengeksekusi sembilan terpidana mati kasus narkoba di Lapas Besi Nusakambangan.

Belum ada pernyataan resmi kapan waktu eksekusi. Namun informasi yang sudah beredar pelaksanaan eksekusi akan dilakukan Rabu (29/4/2015) dini hari.

Mereka yang akan dieksekusi yakni Andrew Chan (warga negara Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), Rodrigo Gularte (Brasil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria).

Kemudian Martin Anderson alias Belo (Ghana), Okwudili Oyatanze (Nigeria), dan Mary Jane Fiesta Veloso (Filipina). Satu orang terpidana asal Prancis, Serge Areski Atlaoui, ditunda eksekusinya karena mengajukan gugatan terhadap keputusan grasi ke PTUN.